Ketika Ayah Merokok

Ketika Ayah merokok

Asapnya memenuhi ruangan

Udara segar Menjadi kotor

Aku dan adik terbatuk-batuk

Ibu mengeluh sesak

Tahukah Ayah

Bahwa perokok pasif seperti aku, Adik dan Ibu

Juga mudah terkena penyakit paru-paru?

Ayah,

Berhentilah merokok

Demi kesehatan Ayah dan keluarga

Sebuah puisi yang kubaca hari ini di harian Kompas yang dikirim oleh Yolanda Regina Ruth, seorang pelajar Kelas IV SDK Alethelia, Jember.

Sebuah puisi sederhana yang menohok diriku, mengingatkan diriku yg dulu seorang perokok aktif. Untunglah aku sekarang seorang perokok jarang(red:jarang merokok) :D.

Butuh perjuangan besar untuk seorang perokok untuk mengurangi kebiasaan merokoknya sukur-sukur bisa berhenti. Memang sangat berat buat aku untuk berhenti merokok, sebuah kebiasaan yang sudah aku lakukan sejak kelas 1 SMP. Harus ada alasan yang sangat kuat untuk mengurangi atau berhenti kebiasaan merokok ini.

Alasan kesehatan, kebanyakan tidak mampan bagi seorang perokok, bahkan ketika seorang perokok terserang batuk, ada yg menyarankan untuk mengganti rokoknya selama batuk dengan rokok 234. Memang terkesan aneh, rokok dijadikan “obat” batuk, tapi memang manjur “obat” itu, akupun pernah mencobanya.

Alasan Agama, Fatwa haram yang dikeluarkan MUI sepertinya jadi pepesan kosong bagi seorang perokok. Memang ada sebagian ulama mengatakan rokok itu haram tetapi ada sebagian ulama yang mengatakan rokok itu makruh. “Ah…, gak ngurus apa kata MUI” itulah kata yg keluar dari seorang perokok. Mungkin karena terlalu keseringan membuat Fatwa bahkan menerima orderan Fatwa kata Kyia Slamet. Ada sebuah cerdek(cerita pendek) lucu, “Orang yang merokok kalo mati dibakar loh” kata seorang ayah menakuti anaknya, jawab si anak “Ya iiya lah, kalo gak dibakar gimana dia bisa merokok”.

Bila ibu hamil terlalu sering mengisap asap rokok bisa menyebabkan cacat pada bayi. Alasan ini sedikit membuat aku keder juga, siapa sih yang mau punya bayi cacat, semua orang yg normal pasti mengharapkan bayinya lahir dengan sehat, tanpa cacat. Tapi itu lantas tidak membuat aku berhenti merokok, tapi aku cuma menjauh dari istri pada saat merokok. Intensitas merokok sedikit berkurang, mengingat aku harus menabung buat persiapan melahirkan yang pastinya butuh biaya yang lumayan.

Ketika anakku lahir, aku sudah tidak merokok lagi, tapi jika lagi di rumah saja, pas lagi diluar rumah ketika kumpul dengan teman kampus, kebiasaan itu kumat lagi :D. Aku sempat berhenti lama merokok ketika tau bayiku punya penyakit asma yang memang menjadi penyakit turunan dari keluargaku. Tapi sekarang aku mencoba-coba lagi merokok paling tidak seminggu sekali, cukup satu batang 234, sudah cukup menghilangkan dahaga ku untuk merokok.

Kapankan aku benar-benar berhenti merokok, entahlah aku tidak tau juga. Yang pasti aku menjauhkan rokok dari keluargaku. “Cong…, kamu jangan merokok juga ya”


3 Comments on “Ketika Ayah Merokok”

  1. silent says:

    *menghitung2 typo*
    1
    2
    3
    .
    .
    .

  2. ferdhie says:

    ya, masih ada typonya. btw kenapa hrs ngerokok lagi sih? apa bedanya sebatang ma ngga?

    be consistent, klo ngerokok ya ngerokok, klo ndak ya ndak, jangan setengah2

  3. warix says:

    Kalo aku berhenti merokok semenjak merantau ke tanah jawa, tapi saiki kadang2 pengen niru gayanya orang merokok hehe


Leave a reply to silent Cancel reply